Bagaimana pembentukan Bursa Berjangka di Indonesia?
Pada tahun 1994, Joint UNCTAD/World Bank melakukan kajian mengenai kebutuhan Manajemen Risiko di Asia Tenggara (Thailand, Malysia, dan Indonesia). Hasil studi antara lain menyimpulkan bahwa Indonesia sangat membutuhkan pemanfaatan instrumen pengelolaan risiko harga dalam rangka menghadapi persaingan usaha dengan negara-negara lain. Salah satu instrumen yang paling efektif dan digunakan secara luas adalah kontrak berjangka yang diperdagangkan di Bursa Berjangka. Kebutuhan penggunaan pasar berjangka tersebut semakin besar dalam menghadapi pasar bebas dan era globalisasi. Hasil kajian tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan 2 kajian yang dilakukan oleh konsultan internasional yang berpengalaman, yaitu : Studi Biaya – Manfaat Penggunaan Pasar Berjangka bagi perekonomian Indonesia, dan Studi Kelayakan Pembentukan Bursa Berjangka di Indonesia. Kedua kajian tersebut menyimpulkan bahwa penyelenggaraan pasar berjangka di Indonesia akan memberikan manfaat yang lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan, dan pendirian Bursa Berjangka di Indonesia dinilai layak (feasible). Atas dasar kajian-kajian tersebut, pemerintah menyiapkan perangkat peraturannya dalam bentuk Undang-Undang, sedangkah pihak swasta yang diwakili oleh para asosiasinya diminta untuk mengambil langkah-langkah pendirian Bursa Berjangka di Indonesia yang akan dimiliki dunia usaha dan dikelola secara professional. Dari asosiasi yang diundang, ternyata waktu itu hanya Asosiasi Ekpostir Kopi Indonesia (AEKI)), dan Federasi Asosiasi Minyak Nabati dan Lemak (FAMNI) menyatakan kesiapannya mensponsori pendirian Bursa Berjangka. Atas persiapan-persiapan yang dilakukan dan memerlukan waktu yang cukup panjang, akhirnya terbitlah UU No. 32 tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi (PBK), dan pada tahun 1999 terbentuk pula PT. Bursa Berjangka Jakarta (BBJ), yang merupakan bursa berjangka pertama di Indonesia dan telah mendapatkan izin usaha dari Bappebti. BBJ beroperasi pada tanggal 15 Desember 2000 yang diresmikan oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan. Sebagai tahap awal, 2 kontrak yaitu Kopi dan Olein yang siap diperdagangkan, kemudian diikuti oleh kontrak CPO dan Emas. Kontrak-kontrak baru lainnya masih terbuka dikembangkan bergantung pada hasil kajian/kebutuhan dunia usaha.
Sumber : Bappebti.go.id
0 komentar:
Posting Komentar